Minggu, 17 Maret 2013

TRIK WINDOWS 7 : OPTIMALKAN WRITE CACHING HARDDISK ANDA


Microsoft Windows 7 dikenal salah satu system operasi yang paling banyak dipakai saat ini. OS ini lumayan stabil dan cepat, sehingga dengan cepat dapat mengalihkan perhatian Windows XP user. Walau begitu tetap diperlukan beberapa pengaturan lagi agar OS ini dapat bekerja lebih optimal. Sebagian pengaturan ini dapat dilakukan secara manual tanpa bantuan dari program lain karena pengaturannya telah terdapat dalam OS ini sendiri.

Salah satu pengaturan yang menurut saya cukup penting adalah pengaturan write  caching untuk harddisk. Secara umum write caching saya artikan sebagai penggunaan memori sementara (yang lebih cepat) sebelum proses penulisan data yang sebenarnya ke media penyimpanan. Pada dasarnya proses write caching ini untuk mempercepat pemrosesan data.

Secara garis besar write  caching ini terbagi 2 yaitu :
1.     Write – Through  caching. Pada metode caching ini sebenarnya memory cache hampir tidak dipergunakan, dimana perintah penulisan data langsung dikirim ke media penyimpanan. Metode ini cocok diterapkan pada media penyimpanan yang sering di colok – cabut seperti flashdisk, (micro) SD, MMC, Compact flash dan memory eksternal lainnya. Karena sifatnya yang sering portable dan sering connect – disconnect ini makanya lebih aman jika data ditulis secara langsung pada medianya walau prosesnya lebih lambat.
2.     Write – Back caching. Metode caching ini lebih cocok diterapkan pada media yang selalu terkoneksi pada system komputer yaitu harddisk. Metode ini mengumpulkan terlebih dahulu perintah-perintah penulisan data pada cache memory yang lebih cepat sebelum perintah penulisan yang sebenarnya dilakukan pada media penyimpanan fisik yang lebih lambat. Metode cache ini memang lebih cepat tapi rentan terhadap hilangnya data apabila pasokan daya listrik tiba-tiba terganggu alias mati lampu.

Secara default seting cache pada Windows 7 adalah write – through untuk media penyimpanan eksternal seperti flashdisk dan write – back caching bagi harddisk. Bukannya seting begini udah optimal? Yup, but ada satu lagi option yang secara default dimatikan oleh Windows 7 yang sebenarnya dapat lebih mengoptimalkan metode caching file pada harddisk kita. Dimana option tersebut berada? Gimana cara setingnya?

Pertama buka control panel (klik start – control panel). Setelah muncul jendela control panel pertama setel dulu penampakannya (koq seperti acara hantu-hantu (an) dalam TV ya???) dengan cara menyetel viewnya. Klik pull down menu pada didekat view by  (ada dibagian kanan atas) dan pilih small atau large icon. Jangan pilih category, soalnya jalannya nanti ribet. Setelah itu klik icon device manager. Setelah jendela display manager nongol klik tanda panah di depan bagian disk disk drive untuk memunculkan keterangan mengenai harddisk yang terpasang pada system komputer kita. Setelah muncul harddisknya klik kanan pada harddisk tersebut dan pilih properties. Pada jendela properties pilih tab policies dan klik tanda centang pada check box di depan bagian turn off windows write-cache buffer flushing on the device. Setelah itu klik ok dan restart kompie anda. Oh iya, seting ini harus diterapkan pada masing-masing harddisk secara satu persatu. Jika dalam komputer anda terpasang lebih dari satu harddisk, maka masing-masing harus diset satu persatu.

Perhatian. Cara atau trik ini memiliki resiko data hilang jika listrik tiba-tiba mati. Trik ini hanya disarankan bagi komputer yang telah dilengkapi oleh UPS atau bagi komputer notebook. Tentunya dengan catatan lanjutan, UPS atau baterai notebooknya masih normal.
Hope this is useful
Regards

Chandra

Minggu, 10 Maret 2013

KAPASITAS DAYA LISTRIK PADA U.P.S


Sebagaimana kita ketahui bersama kualitas listrik di Indonesia pada umumnya dan di daerah saya pada khususnya tidaklah cukup baik kalau tidak bisa dibilang buruk. Listrik hidup mati udah jadi menu sehari-hari pada daerah tertentu. Belum lagi jika kita melihat dari kualitas daya sebenarnya pada jaringan listrik kita. Untuk mengatasi hal tersebut kebanyakan dari kita menggunakan UPS (Uninteruptible Power Supply) saat mengoperasikan komputer. Ada juga sih teman saya yang mengartikan singkatan UPS sebagai Unit Penyimpan Setrum ....

Satu hal yang jarang diperhatikan oleh para pemakai UPS adalah kapasitas daya “real” dari UPS. Saya sering mengamati brosur maupun rincian spesifikasi yang diberikan oleh produsen UPS mengenai produknya dan ada hal yang cukup janggal menurut saya.

Pemakai kebanyakan hanya menghitung kapasitas daya UPS dari nilai Volt Ampere (VA) yang dicantumkan oleh produsen. Padahal pada kebanyakan produk UPS tersebut nilai VA bukanlah kapasitas daya yang sebenarnya. Sebagai contoh : UPS merk XXX mencantumkan daya sebesar 700 VA. Nilai ini cukup besar menurut kita. Cukuplah buat satu set komputer berikut Speaker dan Printer. Padahal jika kita cermati lebih lanjut spesifikasi yang diberikan oleh produsen maka kapasitas daya yang sebenarnya hanyalah 350 W. Jadi hanyalah separuh dari nila VA yang dicantumkan oleh produsen. Daya segini sih sangatlah pas-pasan buat satu set komputer. Ini dengan catatan kalau memang benar nilainya segitu. Bisa saja kan produsen mencantumkan angka di atas nilai yang sebenarnya atau nilai tersebut hanya untuk kondisi tertentu saja.

Jika dihitung rata-rata satu unit komputer pada saat start-up membutuhkan daya kurang lebih 150 – 200 watt untuk komputer desktop dengan prosesor Intel Core i3 dengan monitor LCD 15,6 inchi. Itu baru komputer aja. Printer jika printer biasa (non multi fungsi), saat beroperasi kurang lebih sekitar 30 W. Kalau yang multi fungsi sekitar 40 – 50 W. Untuk speaker cempreng sih paling 5 W, kalau yang agak advanced ada yang 20 W. Kalo yang pake sub woofer besar dengan system 5.1 atau bahkan 7.1 bisa lebih gede lagi.

Jadi rata-rata satu set komputer lengkap dengan spek standar berikut speaker dan printer membutuhkan daya kurang lebih 250 – 300 W. Maka tidaklah heran kalau UPS 700 VA hanya mampu bertahan sekitar 10 menitan.

Menurut teman-teman saya yang berprofesi teknisi listrik secara teori sebenarnya nilai Watt sama dengan Volt Ampere. Jadi jika dari hitungan teorinya 700 VA itu sama dengan 700 Watt. Memang ada istilah Power Factor atau Power Efficiency atau ada juga yang menyebutnya Efficiency saja, tapi biasanya ada dikisaran 80% sampai 90%. Tapi ternyata untuk dunia UPS berlaku hitungan sendiri. Nilai VA tidak berarti sama dengan nilai Watt. Ada yang cuma setengahnya (50%) ada juga yang di atas 50%. Tergantung dari merk nya.

So apa yang harus kita lakukan saat akan belanja UPS?
1.     Hal yang terpenting menurut saya adalah hitung terlebih dahulu daya yang diperlukan oleh komputer kita. Kebutuhan daya komputer sebenarnya secara kasar dapat kita perhitungkan tanpa menggunakan peralatan khusus seperti volt meter dan sejenisnya. Lihat spesifikasi komputer, jika speknya standar (tanpa VGA card yang haus daya, harddisk dan DVDRW juga masing-masing cuma satu dan kipas-kipas dalam casing hanya yang standar-standar saja serta monitor LCD atau LED 15,6 inchi aja) maka perkiraannya ada di kisaran 200 -250 W saja saat start-up. Jangan lupa tambahkan daya dari perangkat tambahan yang nantinya akan kita hubungkan juga dengan UPS seperti Printer, Speaker dan lain-lain.
2.     perhatikan secara detail spesifikasi yang diberikan oleh produsen. Jika dalam lembaran brosurnya tidak dicantumkan nilai Watt nya, cari info lebih detail pada situs produsen UPS. Biasanya di situs produsen tercantum nilai Watt yang sebenarnya dari masing-masing produk mereka. Setelah itu sesuaikan nilainya dengan kebutuhan komputer kita. Jangan sampai UPS udah dibeli mahal-mahal, pada saat listrik mati UPS nya ikutan K.O.
3.     Perhatikan juga fitur dari UPS tersebut, apakah UPS tersebut memiliki fitur
a.     Automatic Voltage Regulator (AVR) atau tidak. AVR ini fungsinya untuk mencegah lonjakan tegangan listrik secara tiba-tiba.
b.     Kalau bisa pilih juga UPS yang memiliki indikator kapasitas baterai secara visual, agar kita lebih mudah memperkirakan kapan daya UPS tersebut akan habis. Memang sih kebanyakan UPS setidaknya dilengkapi dengan alarm peringatan. Saat daya nya akan habis maka alarm akan berbunyi semakin cepat. Tapi agak sulit juga memperkirakan kapan daya akan habis jika hanya mendengar bunyi alarm nya saja. Apalagi pernah saya temui UPS yang bunyi alarm nya kecil sekali, kalau lingkungan sekitar komputer cukup bising, ndak bakal kedengaran dah bunyi alarm nya.
c.      Terakhir kalau bisa pilih UPS yang dilengkapi dengan software pengaturan untuk komputer, agar saat daya akan habis software dapat memerintahkan komputer untuk shutdown secara otomatis tanpa perlu campur tangan kita.

Sebenarnya sih ada lagi spesifikasi yang harus kita perhatikan juga, yaitu transfer time. Transfer time ini maksudnya waktu yang diperlukan oleh relay dalam UPS untuk beralih dari pasokan listrik ke pasokan daya dari baterai. Hanya saja saya amati selama ini semua produsen mencantumkan nilai yang hampir sama yaitu 5 – 10 ms (mili sekon). Agak sulit juga bagi kita untuk menilainya sendiri apakah nilai tersebut benar atau tidak. Makanya tidak saya ikut sertakan sebagai salah satu faktor penilaian karena saya tidak tahu cara untuk membuktikannya.

Hope this is useful
Regards

Chandra

Rabu, 06 Maret 2013

Pengalaman Aneh Dengan Casing Entry Level



Saya ingin membagi pengalaman yang rasanya cukup unik dengan pembaca. Sebenarnya kasus ini udah lumayan lama sih saya hadapi, tapi tidak ada salahnya saya bagikan ceritanya dengan anda.

Tahun lalu keluarga saya yang lain, menelpon saya mengeluhkan komputernya bermasalah. Ngadat, dengan ciri-ciri baru dihidupkan dan belum sempat OS-nya loading sudah mereset lagi. Keadaan ini terus menerus terjadi dan ada tanda-tanda sebelumnya. Karena kebetulan komputer tersebut belinya juga dengan saya (mohon ma’ap saudara-saudara, saya jualan komputer juga) maka saya pun dimintai pertanggung jawabannya (lagi).

Singkat cerita saya langsung ke TKP dengan membawa segala perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan. Mulai dari CD/DVD program termasuk Windows Installer sampe perkakas lain seperti obeng pun saya angkut semua. Begitu sampai langsung saya pun beraksi. Komputernya saya hidupkan, dan sebagaimana telah disampaikannya belum Windowsnya selesai loading udah mereset tuh komputer. Berulang-ulang terus menerus.

Diagnosa awal saya Windowsnya bermasalah. Karena saat selesai check BIOS tidak ada laporan kesalahan dan bunyi beep mainboard juga normal (hanya 1x beep saja). Jadi saya booting dengan CD Windows Hirens untuk menggantikan system pada komputer ini. Ternyata tidak mempan. Belum selesai Hirens booting udah reset lagi.

Hmm... Berarti ini kerusakan pada hardware nih, pikir saya. Akhirnya saya bongkar tuh komputer. Saya cabut segala perangkat yang terhubung ke motherboard kecuali memory/RAM. Harddisk dan DVD saya cabut. Ternyata ndak ngaruh juga. Masih sama saja. Saya cabut juga RAM nya ternyata mainboard mengeluarkan beep error. Berarti mainboard tidak bermasalah. RAM nya lalu saya ganti, tapi tidak mempan juga.

Saya ganti kipas prosesornya karena mungkin saja reset terjadi karena putaran kipas prosesor telah lemah sehingga terjadi overheating. Ternyata tidak mempan lagi. Saya tambahkan kipas pada casing untuk membuang panas tapi tetap saja tidak manjur. Ganti power supplynya karena bisa juga PSU nya udah loyo dan tidak dapat memasok arus yang dibutuhkan oleh mainboard. Dan lagi-lagi gagal.

Dengan kepala pusing dan berkeringat dingin karena takut disalahkan akhirnya saya cabut prosesornya karena saya menduga prosesornyalah mengalami kerusakan. Karena kebetulan prosesornya masih bergaransi dan kebetulan pula saya tidak memiliki stock prosesor cadangan (maklum pengusaha komputer kelas teri) maka saya pergi ke pemasok saya untuk menukarkan prosesor yang saya anggap bermasalah tersebut.

Keesokan harinya setelah prosesor tersebut ditukar dengan prosesor baru oleh pemasok saya, dengan penuh rasa percaya diri saya balik lagi ke TKP. Langsung tanpa ba-bi-bu saya ganti tuh prosesor. Sambil bekerja saya bilang ke sepupu saya “kali ini pasti beres nih”. Dia diem aja, tapi pandangan matanya penuh dengan rasa ketidakyakinan. Begitu selesai komputernya pun saya hidupkan. Daaannn ............ teet ........... reset lagi. Argghh. Apa ini masalahnya?

Akhirnya dengan rasa malu saya bawa komputernya ke rumah dengan janji akan diperbaiki secepatnya. Sampe di rumah langsung saya bongkar lagi tuh kompie. Kali ini mainboardnya saya ganti dengan mainboard komputer pribadi saya. Kebetulan sama tuh type socketnya, LGA 775. Dengan berdebar-debar saya hidupkan lagi komputernya. Teet ....... reset lagi. Saya ganti prosesornya dengan punya saya, berarti yang terpasang di casingnya adalah mainboard dan prosesor saya. Ternyata .... aih..... masih juga reset lagi.

Iseng-iseng, karena udah stress, mainboard dan prosesor punya saudara saya tadi saya pasangkan ke casing kepunyaan saya. Eh...eh...eh ternyata normal. Hanya tidak ada OS saja karena memang selama proses reparasi harddisk dan DVDRW-nya tidak saya sambungkan. Wah berarti casing nih yang bermasalah. Tapi apanya ya? Kan casing cuma kotak besi doang, sedangkan Power Supply-nya udah saya ganti.

Akhirnya saya bongkar kembali mainboard punya saudara saya tersebut dan kembali dipasangkan dengan casing punya dia. Ternyata kumat lagi resetnya. Akhirnya saya cabut jumper reset pada mainboardnya. Eh ternyata normal juga. Berarti hanya tersisa satu tersangkanya. Tombol reset pada casing. Langsung saya liat apakah tombol reset fisik tersebut tidak normal, dalam artian tertekan terus dan tidak dapat kembali ke posisi normal. Jika dilihat secara secara visual sih tidak ada yang salah dengan tombol resetnya. Tombol masih berfungsi dengan baik, setelah ditekan, tombol balik lagi ke posisi semula.

Karena penasaran bercampur dongkol, dendam dan sakit hati akhirnya saya bongkar papan PCB pengaturan tombol power dan reset pada casing. Tampaknya telah terjadi kontak pada circuit board ini sehingga perintah reset terus menerus dieksekusi. Walau lagi-lagi secara visual semua tampak normal-normal aja. Tidak ada tanda-tanda bekas terbakar pada PCB nya, resistornya pun tampak normal, tidak pecah atau terbakar.

Karena saya tidak mahir elektronik sehingga tidak tahu cara mereparasinya akhirnya saya cari solusi yang paling gampang. Ada dua pilihan. Pertama tetap pakai casing ini tapi jumper untuk tombol reset pada mainboard tidak dipasangkan, dengan resiko tidak bisa melakukan hard reset tapi tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Atau pilihan kedua adalah ganti casing dengan resiko keluar duit lagi. Akhirnya saudara saya tadi memilih opsi yang kedua, yaitu mengganti casing. Casing ini memang pilihannya sendiri. Beli yang murah untuk menekan harga. Bukannya saya ngeles atau lepas tanggung jawab lho. Emang begitu koq kenyataannya.

Kebanyakan dari kita kurang memperhatikan kualitas casing untuk komputer desktop. Casing yang bagus dapat dinilai dari beberapa segi yaitu :
·        Airflow atau aliran udara yang mana airflow yang lancar akan memudahkan penyaluran panas yang berlebihan saat komputer beroperasi. Hal ini akan dapat menjaga kesehatan hardware yang terpasang di dalamnya. Casing mini emang imut sih, tapi aliran udaranya rata-rata tidak cukup baik. Faktor airflow ini juga dipengaruhi ada tidaknya manajemen kabel dalam casing tersebut. Karena kabel yang berseliweran di dalam casing dapat menghambat airflow yang nantinya akan mempersulit pelepasan udara panas dari dalam casing.
·        Bahan dasarnya dimana bahan yang kokoh akan memberikan keamanan extra bagi hardware yang terpasang di dalamnya. Bisa saja suatu saat tanpa sengaja CPU tersenggol jatuh. Nah bahan casing yang kokoh dan kuat akan melindungi komponen di dalam dari guncangan maupun benturan seperti ini.
·        Tampilan secara fisik baik itu dari segi estetika maupun dari segi kepraktisan dalam peletakannya serta pada saat pengoperasian komputer nantinya. Casing yang bagus menurut saya selain sedap dipandang juga mudah dalam pengoperasian sehari-hari. Terutama letak port (USB maupun port lain) yang mudah dijangkau, kelengkapan port serta tombol pengoperasian (baik tombol on/off maupun tombol reset) yang lengkap serta mudah dijangkau. Banyak lho casing yang mahal ternyata tidak dilengkapi dengan tombol reset. Ada pula casing yang letak USB port depannya berada pada bagian bawah sehingga menyulitkan saat ingin menghubungkan flashdisk khususnya jika CPU diletakan di bawah meja. Lalu banyak pula saya temui casing yang menyediakan tombol reset, tapi sangat kecil dan masuk kedalam sehingga sulit untuk dijangkau khususnya bagi orang yang memiliki jari yang lumayan gede seperti saya. Ada pula casing yang imut tampilannya, tapi Optical Drivenya harus dipasang pada posisi vertikal sehingga menyulitkan kita saat memasukan atau mengeluarkan CD/DVD.
·        Jika casing dipaketkan dengan Power Supply harus pula diperhatikan power supply yang dipaketkan di dalamnya. Apakah kualitasnya baik, cukup, sedang atau abal-abal.

Penyakit aneh ini ternyata menular (bo’ongan sih). Tidak lama kemudian komputer saya pun menderita penyakit aneh seperti di atas. Tapi karena udah pernah nemu dan ngobatinnya maka saya sih nyante ajah. Cabut jumper reset di mainboard. Beres dah. Sengaja tidak saya sebutkan merk casing entry level tersebut. Selaen tidak etis rasanya, bisa saja ini cuma kesialan saya semata. Bukannya kualitas casingnya yang kurang bagus.

Sebagaimana rumah bagi sebuah keluarga, dimana rumah yang bagus kualitasnya, langsung maupun tak langsung dapat meningkatkan kualitas kesehatan para penghuninya. Kalo rumahnya panas bisa meriang terus kan kita tiap hari.Demikian pula casing yang berperan bagaikan rumah bagi komponen-komponen yang terpasang di dalamnya.

Hope my story is useful.
Regards

Chandra